Lucunya, terkadang kita berdua sering kelepasan memanggil “yang” padahal status kita udah bukan lagi orang yang terikat oleh kata pacaran. Namun itu semua hanya berlangsung beberapa saat saja dan gue kembali sadar ternyata memang selama ini gue yang salah dan terlalu egois ketika memulai hubungan ini. Gue terlalu memaksakan keinginan gue buat milikin dia yang padahal dia setenga hati menjalani hubungan ini. Seharusnya gue sadar dari awal hubungan ini ga akan berlangsung lama, dan hubungan ini ga akan pernah berjalan sesuai dengan keinginan gue, karena secara jelas kita terlalu banyak memiliki perbedaan.
Gue yang selalu menjalani sebuah hungungan dengan serius ga pernah sejalan dengan dia yang masih terlalu ngambang dalam menjalani hubungan. Dia ga pernah mau hubungan kita diketahui orang banyak, entah kenapa dia minta gitu. Awalnya dia mau hubungan ini disimpen buat kita aja karena di berfikir ini kita yang jalanin dan orang lain ga perlu tau juga apa yang kita jalanin, memang ga ada yang salah dengan prinsip dia. Tapi semua terasa sangat ga adil karena ketika dia sedang bersama temannya, seakan kita gak pernah punya hubungan apa-apa. Gue bingung dengan sikap dia ke gue dan satu-satunya kemungkinan yang ada adalah dia ga mau teman-temannya tau kalalu dia dekat dengan gue. Ya ,mungkin kalau diibaratkan dia adalah seorang bangsawan yang gak pernah mau ketawan oleh bangsawan-bangsawan lainnya kalo dia dekat dengan orang yang memiliki perbedaan kasta ini.
Waktu bergerak maju dan frekuensi komunikasi kita semakin jarang bahkan hampir tidak pernah, tanpa gue sadari ternyata kita menjadi teman yang menjauh. Selanjutnya hidup gue berlalu begitu aja, gue sibuk dengan tugas akhir, dia pun sibuk dengan kehidupannya sendiri. Seperti diputar kembali oleh mesin waktu ternyata pertemuan gue dengannya begitu cepat berlalu semenjak kita pertama kali bertemu di seven eleven dekat Trans TV, semenjak pertama kali gue menginjakan kaki dikosan dia, semenjak gue pertama kali suka sama dia.
Suatu malam di hari senin ketika gue buka twitter, persis yang gue lakukan ketika petama kali tidur dikamar kostnya dan entah apa yang mendorong gue untuk mencari namanya dan ingin mengetahui apa yang sekarang terjadi dengan dia, @naya akun yang coba gue telusuri lewat pc kamar gue, ternyata dia ga banyak berubah, dia masih seperti Naya yang gue kenal dulu dia masih suka menuliskan kata-kata galaunya atau sekedar berkicau kangen dengan teman-temannya. Sesaat gue berfikir apa dia masih inget semuanya, semua dari awal kita ketemu sampai hari terakhir kita tatap muka. Mungkin dia udah lupa semuanya tapi gue ga akan pernah bisa lupa, gue inget semua detailnya, gue inget pertama kali kita ketemu di seven eleven dekat trans tv dia memakai baju warna kuning dan celana jeans hitam, gue inget dia membeli secangkir minuman hangat entah itu hot chocolate atau hot coffee, gue juga masih inget ketika gue mencoba membuat suasana lucu ketika perjalanan pulang ke bogor dan ternyata dia ga ketawa karena dia lagi mendengarkan musik dari bbnya, gue juga masih inget ketika kita mampir dulu ke warung nasi goreng di bogor karena hujan dan dia memesan sepiring bihun goreng persis yang dipesan kakaknya. Gue inget semuanya dan itu ga akan pernah bisa gue lupa sampai saat gue tulis cerita ini .
Sampai pada suatu detik yang ga pernah gue sangka itu terjadi, gue membaca salah satu tweet dia sekitar seminggu setelah kita pisah, “ kalo aku lagi sendiri gini aku suka kangen kamu bal :’) “, sebuah kalimat yang sekejap membuat gue terdiam. Iqbal ?, ya gue inget dia salah satu mantanya yang pernah dia certain ke gue waktu kita pacaran dulu, gue juga inget ternyata dulu ketika gue memperlihatkan display picture Naya ke teman SMA gue, teman gue bilang dia pernah liat Naya sebelumnya, dan ternyata teman gue kenal dengan Iqbal yang ternyata gue baru sadar dia orang yang selama ini membuat Naya ga pernah mau serius menjalani hubungannya dengan gue. Satu tarikan nafas yang panjang mencoba menghilangkan rasa sesak didada gue untuk sesaat, akhirnya gue mendapatkan sebuah jawaban pasti dari titik persimpangan gue berdiri selama ini. Ternyata Tuhan mencoba menunjukan ke gue kalo Naya ga pernah mau serius karena satu alasan yang akhirnya gue temuin sekarang dan ini merupakan tanda titik dalam secarik catatan kehidupan gue.
Roti cokelat yang gue makan ketika membuka twitter itu, sekejap terasa hambar di mulut ketika gue sadar kalau selama ini cinta gue ke Naya cuma cinta yang bertepuk sebelah tangan. Cinta yang ga pernah disambut dia sedikitpun, ternyata benar apa yang teman gue pernah bilang tentang sebuah hubungan yang diawali dari ketidakcocokan, terasa miris sekali ketika kita punya mimpi yang begitu tinggi namun kita tidak pernah bisa meraih mimpi tersebut sampai-sampai kita butuh bantuan orang lain untuk membangunkannya karena kita terlalu terlelap didalam mimpi yang semu.
Setelah selesai dengan sepotong roti coklat kesukaan gue, sejenak gue berfikir kenapa sih kita harus ngerasa komplit dalam hidup ini dengan kehadiran seseorang, kenapa gak dengan kehadiran atau hal lainnya. Kenapa kesempurnaan hidup kita harus ditentukan dengan kehadiran orang lain atau yang orang sebut belahan jiwa. Semua terasa tidak adil buat nalar gue. Bagaimana dengan jomblo abadi yang mati sendirian? Bagaimana dengan orang lain yang egois akan dirinya sendiri dan tidak punya waktu untuk mencintai orang lain? Atau bagaimana dengan orang yang cintanya selalu bertepuk sebelah tangan seperti gue?
Mungkin cuma satu yang bisa menggabarkan itu. Unrequited love.
Unrequited love atau cinta yang tak terbalas mungkin salah satu yang paling menyedihkan. Mungkin rasanya seperti di sadarkan kalo kita ga sempurna dan gak mungkin bisa mendekati orang yang kita suka apalagi memilikinya. Semua terasa sangat hambar dalam hidup ini, roti cokelat yang manis pun terasa sangat hambar dimulut ketika gue sadar ternyata cinta gue bertepuk sebelah tangan. Mungkin benar yang dikatakan Charlie Brown dalam bukunya ketika dia kehilangan rasa selai kacang dimulutnya saat cintanya bertepuk sebelah tangan dan gue juga ngerasain semua itu, “ Nothing takes the taste out of peanut butter quite like unrequited love ”. Ya semuanya sungguh sangat nyata dan ironis karena gue baru sadar ternyata Naya adalah orang yang menghilangkan rasa manis roti cokelat di lidah gue.
1 komentar:
I like ur story
Posting Komentar